WELCOME TO MY BLOG AND ENJOY IT !!

Sabtu, 29 November 2014

Gajahwong Menangis

Kota Yogyakarta rupanya terdengar tidak asing lagi bagi kita. Kota yang sering dijuluki sebagai Kota pelajar ataupun Kota budaya ini merupakan salah satu dari sekian jajaran kota besar di Indonesia dengan jumlah penduduk kurang lebih sekitar 394.012 jiwa (Sumber: http://yogyakarta.bps.go.id/). Selain itu, kota ini juga merupakan incaran para wisatawan lokal maupun asing untuk berlibur setelah Pulau Bali. Memang Kota ini terkenal akan panoramanya dengan tradisi jawa kraton yang masih khas dan kental. Budaya itulah yang menjadi modal terbesar dalam pengembangan kota dikemudian hari, termasuk dunia kepariwisataannya dan sampai saat ini Kota Yogyakarta selalu berbenah dalam mewujudkan dirinya sebagai salah satu tujuan utama wisata di Negara Indonesia.

Disamping terkenalnya budaya serta panoramanya nan indah dan khas itu Kota Yogyakarta juga menyimpan kisah-kisah tragis yang sampai saat ini masih menjadi mimpi buruk bagi penduduk Kota Yogyakarta yaitu tercemarnya air Sungai Winongo dan Sungai Gajahwong. Sungai-sungai tersebut merupakan jantung dari Kota Yogyakarta. Terutama sungai yang patut mendapat sorotan publik adalah sungai Gajah Wong. Sungai yang terletak tidak jauh dari Kota Yogyakarta itu sendiri yakni tepatnya di Kota Pleret.

Ditinjau dari segi fungsinya sungai merupakan tempat aliran air dan saluran irigasi serta merupakan sumber kehidupan bagi makhuk hidup di sekitarnya sehingga sungai tersebut patut diperhatikan layaknya merawat diri kita sendiri. Berbagai manfaat kita dapatkan apabila kita mampu menjaga kebersihan sungai tersebut. Tidak akan mungkin terjadi banjir dan polusi apabila kita merawat dan menjaga sungai dengan baik dan benar. Sungai juga merupakan sumber mata air bagi kita. Bayangkan apabila kita hidup di lingkungan yang tidak bersih dan tidak terawat, mustahil bagi kita untuk hidup selalu sehat. Sungai Gajah Wong yang terdapat di Kota Yogyakarta merupakan salah satu aliran sungai yang berada ditengah kota. Sungai Gajah Wong adalah sebagian kecil dari beberapa sungai yang terdapat di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

Disekitar sungai tersebut terdapat pemukiman warga yang mayoritas dijadikan tempat kost untuk kalangan mahasiswa, sebagian besar adalah mahasiswa yang kuliah di UIN Sunan Kalijaga. alasan mereka memilih kost disana karena dekat dengan kampus dan harganya terjangkau, selain itu terasa sejuk apabila kita bertempat tinggal dekat dengan sungai sehingga dapatmendengar merdu nya gemericik air sungai. Namun itu dapat kita peroleh apabila kita berada didekat sungai yang bersih dan terawat.

Manfaat sungai akan kita peroleh apabila kita mampu memberi perhatian yang tepat untuk sungai. Sungai idaman kebanyakan orang adalah sungai yang bersih dan terhindar dari polusi. Namun apa yang terjadi di sekitar sungai Gajah Wong khususnya yang terletak di sebelah timur UIN Sunan Kalijaga?? Sampah masih tercecer disana-sini. Gunungan sampah telah menjadi pemandangan yang biasa bagi masyarakat sekitar sungai. Sungai Gajah Wong telah mengalami pencemaran akibat pembuangan sampah organik dan anorganik dari lingkungan sekitar. Sampah yang terdapat disekitar sungai Gajah Wong sebagian besar adalah sampah plastik dan sisa bungkus makanan. Selain sampah yang menggunung di sekitar maupundi sepanjang aliran sungai Gajah Wong, warna air sungai telah mengalami perubahan menjadi hitam dan keruh akibat polutan yang berasal dari endapan sampah organik. Keadaan sungai yang seperti ini menjadikan kurang sehat bagi mereka yang tinggal disekitar sungai Gajah Wong.
Ditambah lagi kasus pencemaran air yang terjadi di sungai Winongo terbilang cukup serius. Dari beberapa media yang pernah meliput kasus pencemaran tersebut menunjukkan bahwa telah terjadi pencemaran lingkungan yang telah berlangsung cukup lama. Sumber pencemar yang diduga mencemari sungai ini antara lain industri-industri besar, industri kecil, limbah rumah tangga dan peternakan. Akibat yang ditimbulkan antara lain menurunnya kualitas air serta ancaman longsor akibat pendangkalan sungai. Kasus yang sering terjadi ini ternyata sudah mencapai tingkat yang memprihatinkan (Bernas, 2001; Suara Pembaruan, 2004; Media Indonesia Online, 2004; Kompas, 2005).

Untuk mengatasi beban pencemaran sungai yang semakin meningkat ini, serta menjaga kelestarian fungsinya, maka Pemerintah Republik Indonesia mengeluarkan berbagai macam peraturan. Peraturan tersebut mengatur tentang kadar buangan limbah ke sungai yang diperbolehkan, standar kualitas air yang diperbolehkan sesuai dengan peruntukannya. Peraturan serupa juga diterapkan di tingkat daerah untuk pelaksanaan di lapangan. Propinsi DIY mengaturnya antara lain dalam Kep. Gub. No. 214/KPTS/1991 tentang Baku Mutu Lingkungan Daerah untuk Wilayah Propinsi DIY dan Kep. Gub. No. 153/KPTS/1992 tentang Peruntukan Air Sungai di Wilayah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Berpijak dari peraturan itu, maka dibuatlah suatu program untuk menjamin bahwa peraturan itu dapat dilaksanakan. Program tersebut salah satunya adalah Program Kali Bersih. Program tersebut dalam prakteknya dilakukan oleh BAPEDALDA bekerjasama dengan beberapa pihak terkait antara lain seperti Dinas Pengairan, Departemen Kehutanan, BAPPEDA. Program yang telah dilaksanakan sekitar 13 tahun ini bertujuan untuk menyadarkan berbagai pihak khususnya pada kalangan industri untuk memperhatikan buangan limbahnya. Berkaitan dengan dilaksanakannya program tersebut, maka perlu dilakukan suatu kegiatan pemantauan kualitas air sungai untuk mengetahui sejauh mana program tersebut telah berhasil dilaksanakan.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar