Atmosfer bumi terdiri atas gas-gas yang mengandung bermacam-macam partikel dan unsur. Dua unsur pertama
yang terkandung dalam atmosfer bumi adalah oksigen
dan nitrogen. Kedua unsur ini
sangat efektif untuk manghamburkan spektrum cahaya tampak yang mempunyai
frekuensi tinggi atau panjang gelombang yang pendek. Akibatnya, atmosfer bumi
dengan mudah menghamburkan spektrum warna biru, ungu, dan nila yang mempunyai
frekuensi tinggi. Mata manusia lebih sensitif terhadap warna biru dari pada
warna nila dan ungu sehingga langit berwarna biru.
Sementara itu, hanya ada sedikit cahaya tampak dari matahari dengan
frekuensi lebih rendah yang dihamburkan oleh atmosfer bumi. Cahaya dengan warna
kuning, merah dan jingga memiliki frekuensi yang lebih rendah dibanding dengan
warna yang lainnya. Warna tersebut akan menembus atmosfer bumi dan terlihat
oleh mata kita. Tetapi, intensitas ketiga warna tersebut tidak sama dan warna
kuning lebih mendominasi sehingga matahari terlihat berwarna kuning sampai
dengan siang hari. Tampilan cahya matahari yang terlihat oleh mata kita berubah
dari waktu ke waktu dan berwarna jingga saat matahari akan terbenam. Mengapa ?
Karena saat matahari berada di horizon
(saat terbit dan terbenam), lintasan yang ditempuh cahaya matahari semakin jauh
sehingga jumlah kuning yang dihamburkan relatif lebih besar daripada warna
jingga. Hal ini mengakibatkan intensitas
warna jingga yang sampai di mata kita lebih dominan sehingga matahari terbenam
terlihat jingga.
Penjelasannya ternyata baru terjawab sekitar satu setengah abad lalu
Adalah Leonardo da Vinci yang sekitar tahun 1500an,
menduga pertama kali alasan mengapa langit berwarna biru, khususnya
dalam pengamatannya kalau asap kayu terlihat biru saat diamati pada latar
belakang hitam (Jackson, 1998). Efek ini akhirnya dijelaskan secara kuantitatif
tahun 1899 oleh Lord Rayleigh yang namanya diambil untuk menjelaskan fenomena
ini. Penghamburan
Rayleigh terjadi saat sinyal yang datang memiliki panjang gelombang yang jauh
lebih besar dari panjang gelombang resonansi dari elektron yang terikat dalam
sebuah atom atau molekul. Untuk sinar optik yang menimpa partikel dengan
transisi ultraviolet, ini juga berarti kalau jauh lebih besar dari ukuran
partikel yang menghambur. Karena ketergantungan yang kuat dari penampang
lintang hamburan pada panjang gelombang. Panjang gelombang yang lebih pendek,
yaitu cahaya biru (cahaya ungu lebih terhamburkan lagi, tapi mata kita lebih
sensitif pada biru daripada ungu), akan lebih mudah menghambur daripada panjang
gelombang panjang (merah). Cahaya biru memiliki panjang gelombang mendekati 470
nanometer dan, karena molekul yang paling berlimpah di atmosfer, yaitu nitrogen
dan oksigen, berukuran sekitar 0.3 nanometer, penghamburan atmosfer jelas
tergolong penghamburan Rayleigh. Partikel debu yang kecil juga berperan, namun
penghamburan dominan disebabkan oleh molekul dan langit akan tetap terlihat
biru bahkan tanpa adanya debu.
Untuk geometri seperti dalam cahaya biru lebih mungkin menghambur
kedalam garis pandangan pengamat daripada cahaya merah. Akibatnya, matahari
yang kuning menghasilkan langityang biru bagi pengamat di bumi. Walau tidak
terlalu jelas, langit malam juga berwarna biru. Walau lemahnya cahaya di langit
malam membuatnya mustahil dikenali oleh mata, exposure dalam waktu lama dapat
mengungkapkan warnanya. Bila tidak ada atmosfer, langit
siang akan berwarna hitam, kecuali di tempat adanya matahari itu sendiri. Fakta
kalau atmosfer di hari yang cerah bersifat transparan bermakna bahwa sebagian
besar foton bergerak menembusnya tidak dihalangi dan hanya sedikit yang
mengalami hamburan. Inilah mengapa, pada hari yang cerah, kecemerlangan
matahari jauh lebih besar daripada kecemerlangan langit yang biru. cahaya biru
lebih mungkin dihamburkan keluar dari garis pandang daripada warna merah.
Karenanya, setiap benda pemancar cahaya di atas atmosfer bumi akan terlihat
memerah dan juga memudar, karena penghamburan Rayleigh.
Matahari menjadi lebih merah daripada warna aslinya bahkan saat ia
masih tinggi. Bila garis pandang menembus atmosfer lebih panjang, seperti saat
melihat matahari terbit atau tenggelam, maka warna memerah lebih diperkaya dan
lebih jelas bagi mata (penghamburan dari debu, uap air dan molekul besar juga
dapat berperan dalam pemerahan). Efek yang sama dapat diamati untuk benda lain
seperti bulan, planet atau bintang. Walau begitu, foton yang terhambur secara
individual sendiri memiliki panjang gelombang yang sama dengan foton yang
datang, karenanya walaupun penghamburan Rayleigh tergantung panjang gelombang,
ia masih merupakan bentuk penghamburan elastik.
Penghamburan Rayleigh
menghasilkan cahaya terpolar sama halnya dengan penghamburan Thompson. Bahkan
walau matahari memancarkan cahaya yan tidak terpolar, misalnya, cahayanya yang
terhambur akan terpolarkan pada sudut pandang 90 derajat, sebagaimana kita buktikan
dengan melihat ke dekat cakrawala dengan saringan polarisasi saat matahari ada
di atas kepala. Seperti halnya hamburan Thompson, hamburan Rayleigh memberi
cara melihat sumber dengan melihat pada ‘cerminannya’, walaupun dibebani oleh
ketergantungan panjang gelombang. Karenanya mungkin melihat spektrum matahari
dengan mengarahkan spektrometer pada satu posisi di langit jauh dari posisi
matahari itu sendiri. Garis Fraunhofer matahari (garis Fraunhofer matahari
adalah garis penyerapan yang terbentuk dalam fotosfer matahari), misalnya,
dapat dilihat dengan mudah lewat cara ini. Cahaya optik yang kabur dalam sebuah
nebula refleksi juga akan terpolarisasi.
Langit berwarna biru dapat
dikontraskan dengan warna yang lebih abu-abu dari tetesan air di awan. Karena tetesan
air tidaklah kecil dibanding panjang gelombang cahaya, penghamburan dari
partikel ini bukanlah rezim hamburan Rayleigh. Ketergantungan panjang gelombang
dari penghamburan partikel besar lebih datar daripada penghamburan Rayleigh,
karenanya warna awan terlihat abu-abu.